OPINI : Nama Wawoni Harus di Kembalikan. Ini bukan hanya tentang label tapi identitas sejarah

Literasi Sultra - Informasi Sultra Untuk Indonesia
Jumat, 03 Oktober 2025, Oktober 03, 2025 WIB Last Updated 2025-10-04T03:49:38Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini
Pani Arpandi, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Nasional Jakarta


Oleh : Pani Arpandi

Perubahan nama Pulau wawonii, menjadi satu pertanda bahwa kita sedang menghadapi degradasi sejarah dan berpotensi kehilangan indentity sebagai masyarakat Wawonii.

Sejak mekarnya Pulau Wawonii menjadi suatu daerah otonomi baru dari Kabupaten Konawe, kini Pulau Wawonii banyak dikenal oleh kalangan luar dengan sebutan Konawe Kepulauan. Mestinya, sebutan Kabupaten Konawe Kepulauan tak boleh menghilangkan kata "Wawonii" didalamnya sebagai salah satu identitas yang melekat dari Pulau Kelapa itu sendiri. 

Bagi yang belum mengetahui, secara harfiah sebutan Wawonii berasal dari dua kata yakni, "Wawo" yang artinya atas, atau tempat yang tinggi atau tempat yang dianggap tinggi. Sedangkan "Nii" memiliki arti Kelapa. Hal ini sesuai dengan kondisi Pulau tersebut karena banyaknya pohon kelapa yang menjulang tinggi.

Sembilan tahun yang lalu tepatnya 16 Juni 2019 di masa pemerintahan Ir. H. Amrullah,MT dan Andi Muhamad Lutfi,SE atau yang dikenal dengan akronim Beramal, pernah melaksanakan kegiatan sosislisasi mengenai perubahan nama dari Kabupaten Konawe Kepulauan menjadi Kabupaten Kepulauan Wawonii.

Dalam kegiatan tersebut Bupati definitif pertama Kabupaten Konawe Kepulauan menjelaskan perubahan nama tersebut bertujuan untuk mempertahankan kearifan masyarakat lokal untuk penyebutan nama pulau wawonii yang kini mulai tergerus dengan sebutan Konkep.

Naasnya, tujuan baik itu hanya sampai pada tahap sosialisasi atau mungkin pernah melakukan pengusulan pergantian nama sampai di Kementerian Dalam Negri tapi di tolak atau tertumpuk berkasnya sampai tidak pernah di bahas di DPR-RI dan DPD-RI.

Atas perubahan nama tersebut, jika ditinjau dari perspektif seorang Antropolog Indonesia Koentjaraningrat bahwa identitas budaya melekat pada simbol-simbol yang hidup dalam masyarakat, termasuk nama daerah.

Selain itu Koentjaraningrat juga mengatakan nama daerah bukan sekadar sebutan geografis, melainkan lambang dari sejarah, adat, bahasa, dan sistem nilai masyarakat di dalamnya. Identitas nama membantu menjaga kontinuitas tradisi agar tidak hilang ditelan perubahan zaman. Hal yang serupa juga di sampaikan oleh Clifford Geertz seorang ntropolog Budaya yang menekankan pentingnya simbol dan makna dalam kebudayaan.

Bagi Geertz Nama daerah menjadi bagian dari “cultural meaning system” (sistem makna budaya) yang membuat masyarakat bisa memahami siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Tanpa identitas dalam nama, maka hubungan antara tempat dan budaya lokal bisa kabur.

Jika ditarik dalam argumentasi para budayawan diatas, maka kita memang benar-benar memutus mata rantai sejarah Pulau Wawonii Itu sendiri, karena hari ini, nama Pulau Wawonii masih tetap menjadi Konawe Kepulauan.

Sebagai Mahasiswa Magister Hukum, tentunya, apa yang menjadi kegelisahaan masyarakat juga menjadi kegelisahan kami sebagai generasi muda, kita akan benar-benar menyaksikan bagaimana anak cucu kita tidak lagi mengenal pulau wawonii sebagai tempat kelahiran mereka tapi sebagai Konawe kepulauan.

Kita berharap suara masyarakat yang menginginginkan nama pulau Wawonii didengar oleh para Stack Holder, sehingga ada upaya pengajuan perubahan nama kedepan dan identitas Pulau Wawonii bisa kembali.

Komentar

Tampilkan

Terkini